Perihal keberadaan bilangan berawal dari sebuah
pertanyaan, “Apakah bilangan itu ada?” Pertanyaan tersebut masih sangat ringan
dibandingkan pertanyaan “Apakah Tuhan itu ada?” Namun dasar untuk menjawabnya
menjadi analog satu sama lain. Untuk menjawab pertanyaan yang berkenaan dengan
keberadaan Tuhan, kita harus menelaah pertanyaan yang diberikan, karena
“pertanyaan adalah sebagian dari jawaban”, dengan pertanyaan yang benar akan
menghasilkan jawaban yang benar pula. Kalimat pertanyaan “apakah Tuhan itu
ada?” jelas keliru, karena di dalamnya sudah terdapat jawaban. Tuhan dan ada
itu adalah sama, jika kita renungkan apa penyusun dasar dari setiap keberadaan,
maka jawabannya adalah ada itu sendiri. Sesuatu tanpa “ada” menjadi tidak ada
keberadaannya. Para ahli masih mancari hakekat dari “ada” ini, dan ketika agama
datang, menjadikan Tuhan itu “ada” dan “ada” itu Tuhan (Saputra).
Untuk menyingkap keberadaan bilangan, tidak cukup
hanya mengkaji satu cabang ilmu. Filsafat sendiri belum memuaskan dalam
menjawab keberadaan bilangan. Karena genre filsafat memberikan jawaban yang
berbeda. Platonisme menempatkan jawabannya pada gabungan antara idealisme dan
realisme. Menurut platonisme bilangan itu berada dalam suatu alam absrak dalam
pikiran (atau jiwa) dan akan terasa secara indrawi ketika manusia mampu
mengingat pengetahuan bilangan yang sudah dibawa oleh jiwa sedari dulu. Ada
juga yang berpendapat bahwa bilangan yang ada hanyalah bilangan 1, karena
jumlah sesuatu adalah banyaknya 1 yang dijumlahkan. Jika kita melihat 2 buku
maka sebenarnya kita hanya melihat 1 buku dan 1 buku, begitu juga untuk
bilangan yang lebih besar. Berlaku juga terhadap konsep ½ atau 0,5, entitas
yang sebenarnya adalah 1 yang dibagi menjadi dua bagian sama. Saya pikir
pemikiran ini lebih ke pragmatis.